Musim Kabut Hatipun Berkabut
Jika aku disuruh memilih, disakiti atas cinta seorang kekasih atau cinta seorang sahabat,
aku lebih memilih utk disakiti seorang kekasih.
Tak pernah terlintas dimataku, melihatmu melontarkan kata2 hina, kata2 yang menyakitkan insan seorang manusia. Pikiranmu seolah dirasuk oleh sosok terkutuk itu. Sepertinya ia berhasil menguasai tubuhmu. Bahagiakah engkau atas sikapmu yang buruk itu? Sedang kamu menyalahkan kami yang tak tau apa2 ini.
Mulutmu seolah mengobralkan kebenaran. Menyalahkan kami yang separuh tak memiliki kuasa ini. Setiap orang mungkin pernah salah. Tetapi bukannya kesalahan itu menjadi tombak evialuasi utk dapat dibenarkan?
Jangankan berharap mendapat sikap baik darimu, setiap kata yang kami keluarkanpun menjadi sorotanmu untuk dapat diterjang dan dihantam. Begitukah caramu membenci seseorang hanya karena seorang itu memikirkan orang lain sementara orang itu bukan kamu tetapi 'kita' dan itupun hanya sejenak, tetapi kamu memperpanjangnya seperti harimau yang siap menerkam mangsa. Mungkin mangsa itu yang salah karena berhadapan dengan sosok harimau yang dikenal kuat dan menakutkan. Namun apa salah jika mangsa itu mencoba melunakkan harimau yang mencoba untuk menerkamnya.
Kemarin aku berkaca, mencoba mencerahkan langit yang sedang berkabut ini, sama seperti mencerahkan hati yang sedang berkubang dalam rantai yang kau buat itu. Aku mencoba mengajakmu membayangkan sosok putih kami dan menghilangkan setitik hitam itu, namun kau menolaknya. Menyianyiakan harapan kami yang telah kami bangun setenang mungkin agar kamu mengerti. Kau campakkan tiap perkataan kami tanpa perasaan. Betapa sulitnya meluluhkan hatimu yang kian gelap itu. Kau lupa bahwa tiap orang berhak mempertahankan pilihannya. Dan kau juga lupa tiap pilihan jika diberi pilihan yang lain dapat mengubah pilihannya. Begitupun kami. Caramu menyadarkan kami dengan cara pembantaian, penghinaan atas sebuah pilihan, itu kamu anggap benar? Apa salah jika kami tertawa atas segalanya.
Mengajakmu melakukan sebuah pilihan adalah impian bagi kami. Berjalan mencari-cari dengan hati riang dan senang. Namun apa yang terjadi padamu saat itu? Kamu mengacuhkan kami. Wajah kami tak cukup tebal untuk menutupi kegundahan yang tengah kau buat itu,hingga kami mencari jalan keluar sendiri yang mungkin kau anggap sangat salah. Jauhnya kita saat ini sampai-sampai membuat aku lupa bahwa fikiranmu masih terlalu kecil untuk mengerti semua permasalahan yang ada. Kamu yang seharusnya menjadi penengah, lebih memilih sebagai pembela. Memihak dan membantai adalah jalan yang sedang kau tempuh. Menyakiti dan melupakan kenangan manis yang tlah kita rangkai adalah perbuatanmu.
Kemarin kamu bilang bahwa kami telah jelek dimatamu bahkan dimata keluargamu. Namun aku tak percaya bila keluargamu sedemikian itu. Sama seperti buruknya denganmu aku tak percaya. Aku yakin bahwa kamu mengada-adakan sesuatu yang membuat mereka menilai kami salah. Pengaruh buruk itu mulai merogoti jalan pikiranmu, bahkan sampai terucap kedalam benak mereka. Mungkin seperti ini cara Tuhan mengujimu. Kamu yang dulu kukenal memiliki hidup dan hati yang sempurna ternyata diuji dengan pengaruh hati yang buruk itu. Dan kau mengikutinya.
Aku ingin kamu kembali mewarnai hari-hari kami. Aku rindu pernak-pernik tingkahmu yang menghiasi hari-hari kami. Tak sadarkah kamu akan semua itu? Maaf aku lupa bahwa kamu sedang mengikuti trend dunia. Dunia sedang berkabut, begitupun hatimu.
Comments
Post a Comment